Monday, September 21, 2009

Skenario panjang kasus penyalahgunaan wewenang KPK

Sabtu lalu, 19 September 2009 ketua MK mengeluarkan statement yang berbunyi, "Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pejabat menurut UU No 5 tahun 1986 dan UU No 9 tahun 2004 bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan ditangani kepolisian. Sebab polisi hanya menangani kasus pidana." (dikutip dari http://www.detiknews.com/read/2009/09/19/181532/1207041/10/ketua-mk-polisi-tak-berhak-usut-penyalahgunaan-wewenang-pimpinan-kpk)

Dapat dipahami bahwa masalah penyalahgunaan wewenang (kalau memang benar-benar terjadi) bukanlah termasuk didalam ranah hukum pidana melainkan han. Karena itu tindakan polri menyelidik, mengusut dan menetapkan tersangka dalam kasus KPK tidak dapat dibenarkan. Lain halnya bila memang ada indikasi tindak pidana di dalamnya, barulah polri mempunyai kewenangan untuk memasuki kasus tersebut.

"Semula polisi mengatakan bahwa pimpinan KPK diduga menerima aliran dana (suap) dari Anggoro Widjaja, tapi kemudian Ari Muladi (tersangka kasus suap Anggoro) mengaku bahwa uang itu tidak pernah diberikan kepada pimpinan KPK, melainkan ditilep sendiri, sehingga dia dijebloskan ke penjara," jelas ketua MK lebih lanjut. (dikutip dari http://www.detiknews.com/read/2009/09/19/182646/1207053/10/ketua-mk-polisi-salah-tetapkan-chandra-dan-bibit-menjadi-tersangka)

Berarti dapat disimpulkan bahwa TIDAK terjadi tindak pidana dalam kasus ini. Sedangkan mengenai pencekalan yang dilakukan KPK terhadap Djoko S Tjandra dan Anggoro Widjaja, Ditjen imigrasi mengatakan bahwa pencekalam dilakukan secara wajar dan sesuai prosedur TANPA adanya pemaksaan seperti yang dituduhkan oleh polri.

Bahkan ketua MK mengatakan bahwa bila polisi memang bersikeras masih mau meneruskan status tersangka Chandra dan Bibit, maka polisi harus menjelaskan dulu dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh keduanya, selain soal aliran dugaan dana suap dan pemaksaan untuk mencekal.Dan kalau tidak bisa menjelaskan, keduanya harus segera dilepas atau diberi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan masalahnya biar ditangani oleh PTUN sesuai dengan kompetensi hukumnya. (dikutip dari http://www.detiknews.com/read/2009/09/20/000737/1207117/10/ketua-mk-harusnya-joko-tjandra-anggoro-gugat-kpk-ke-ptun)

Tapi kemudian, pada 20 september 2009 Kapolri Jendral Bambang H Danuri mengatakan, "Bukan hanya ini (penyalahgunaan kewenangan) saja. Nanti ada kasus lainnya. Ini hanya dijadikan awal." Dan kasus itu dikatakannya tidak hanya menyangkut pelanggaran administratif tetapi juga pidana. (dikutip dari http://www.detiknews.com/read/2009/09/20/095155/1207186/10/bhd-nanti-ada-kasus-lain-tak-hanya-administratif-tapi-kriminal)

Dari tanggapan kapolri saja kita dapat melihat bahwa kasus ini berkembang secara tidak wajar. Pertama-tama masalah penyadapan dalam kasus Antasari dan Rani. Berikutnya penyuapan, tapi yang katanya memberi suap (Ari Muladi, tersangka kasus suap Anggoro) tidak mengakui. Lalu masalah pemaksaan pencekalan tetapi Ditjen Imigrasi mengatakan tidak ada paksaan dalam pencekalan yang dilakukan KPK. Kemudian setelah Ketua MK angkat bicara mengenai tidak adanya wewenang polri dalam kasus administratif ini, kapolri mengatakan bahwa NANTI ada kasus lainnya yang merupakan tindak pidana. Ini benar-benar menunjukkan ketidak jelasan polri dalam mengangkat kasus ini. Malah sangat mungkin bahwa pihak polri lah yang melakukan penyalahgunaan wewenang dengan bersikap seenaknya dalam mengangkat kasus dan menetapkan tersangka. Kasus apa lagi yang akan diangkat berikutnya yang sudah digembar-gemborkan kapolri? Kita tunggu saja, apakah kasus berikutnya akan sama MENGADA-ADANYA seperti sekarang atau tidak.

Hidup mahasiswa Indonesia! Hidup rakyat Indonesia! Viva Justicia!


Salam cinta anti korupsi dan anti mafia peradilan...
Azizah Aj Amalia, Jakarta 21 September 2009

No comments:

Post a Comment