Monday, January 30, 2012

Pemuda, Jangan Hanya Bicara!


"Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena
fungsi hidupnya hanya beternak diri."
 -Pramoedya Ananta Toer-        
  
Sejarah menuliskan bahwa pemuda memiliki peran penting dalam membuat perubahan di seluruh dunia. Indonesia mengenal pemuda luar biasa angkatan 1908, 1928, 1945, 1966, dan 1998. Pemuda 1908 membuat gebrakan dengan  membentuk organisasi pertama bernama Boedi Oetomo yang bergerak dalam bidang pendidikan, pemuda 1928 menyuarakan persatuan pemuda seluruh Indonesia lewat Sumpah Pemuda, pemuda 1945 mendorong terjadinya proklamasi sehingga kemerdekaan Indonesia dapat diperoleh dengan segera, Pemuda 1966 bersatu padu dalam usaha menjatuhkan Ir. Soekarno dari tampuk kekuasaannya, dan terakhir pemuda 1998 bersama dengan gerakan masyarakat lain menyatukan langkah dalam reformasi untuk menghancurkan rezim otoriter Orde Baru. Lantas, apa yang dilakukan oleh pemuda hari ini?
   Pemuda-pemuda Indonesia pada masa lampau telah menuliskan dengan tinta emas dalam sejarah masa ke masa bahwa mereka mampu untuk membuat perubahan. Melawan musuh bersama sekaligus berpihak kepada masyarakat.
Susan Rose-Ackerman dalam buku Corruption and Government: Causes, Consequences and Reform  menyatakan, contoh terbaik reformasi adalah ketika perubahan dasar yang dilakukan menciptakan penerima manfaat baru yang kemudian mendukung reformasi lebih lanjut. Sementara, contoh terburuk reformasi adalah ketika korupsi menjadi mengakar dan menyebar sejalan perjalanan waktu.
Pada kasus di Indonesia, pasca reformasi besar-besaran yang menuntut adanya demokrasi dan pengakuan terhadap HAM terjadi sebuah gelombang besar perubahan. Korupsi tidak lagi terpusat melainkan menyebar ke daerah dan ke berbagai bidang. Diberikannya otonomi pada daerah yang diharapkan membuat daerah mampu berkembang dan  memperbaiki diri nyatanya malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sebagai celah untuk melakukan korupsi. Selain itu korupsi pada kondisi kekinian merajalela hingga bidang pendidikan bahkan kesehatan. Pendidikan kian mahal dan tidak terakses oleh masyarakat miskin. Sementara itu biaya kesehatan makin tinggi dan adanya jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Parahnya lagi, korupsi turut menghiasi dalam penanggulangan bencana alam. Bantuan-bantuan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat malah disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Dalam hal ini terjadi adanya kesenjangan tingkat tinggi. Yang miskin makin miskin dan tidak bisa melakukan mobilitas vertikal karena akses terhadap pendidikan dibatasi dan yang kaya makin kaya. Ironis bukan?
Oleh karena adanya segala penyimpangan dan kesenjangan yang terjadi itulah hari ini, hari dimana demokrasi dan HAM diagung-agungkan, sudah seharusnya pemuda pada konteks kekinian apalagi yang terpelajar memiliki tekad untuk bersama-sama bangkit melawan korupsi yang merupakan musuh bersama seluruh rakyat Indonesia dan membuat perubahan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tentunya bukanlah hal yang instan dan dapat dibuat hanya dalam semalam. Perubahan tidak akan tercapai hanya dengan sekedar kritik cela kepada pemerintah. Pemuda harus berani bergerak dalam  kapasitasnya sebagai oposan  pemerintah sekaligus pembela rakyat. Mengutip dialektika almarhum Pramoedya Ananta Toer bahwa pemuda harus memiliki keberanian jika tidak ingin disamakan dengan hewan ternak. Dan keberanian tersebut harus diimplementasikan dalam tindakan supaya pemuda tidak salah kaprah dan mengartikan keberanian sebagai ucapan di bibir saja, hanya berani kritik tetapi tidak bertindak apa-apa.
Tidak cukup apabila pemuda hanya mengkaji, diskusi, dan aksi tetapi melupakan untuk apa dan siapa mereka sesungguhnya berjuang. Pemuda tidak seharusnya egois dan hanya memahamkan diri sendiri, melainkan  juga harus memberikan pemahaman kepada masyarakat awam supaya mereka memahami juga mengenai akibat korupsi terutama bagi mereka sendiri dan pentingnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemuda harus menjadi moral force yang menggerakkan masyarakat untuk turut ambil peran dalam perubahan Indonesia dan hal tersebut harus diawali dengan penyadaran kepada masyarakat karena sesuai dengan filsafat Freire bahwa pendidikan lah yang akan membebaskan manusia dari alienasi atas dirinya. Dalam hal ini pemuda harus menyadari posisinya yang dituntut untuk berpihak kepada masyarakat dan mengimplementasikannya melalui berbagai program di masyarakat. Pemuda tidak boleh apatis dengan mengalienasi dirinya dalam zona nyaman tetapi harus terjun ke dalam berbagai kegiatan yang tentunya akan membawa efek positif dalam usaha perbaikan bangsa. Pemuda bisa memulai dengan melakukan praktek advokasi kecil kepada masyarakat yang dirugikan dalam pungutan liar di berbagai wilayah administrasi (pembuatan ktp, surat nikah, dll), kemudian melakukan pengawasan kepada berbagai wilayah administrasi yang dirasa rentan dengan praktek korupsi, hingga mengawasi berbagai kebijakan publik yang ada. Selain itu pemuda juga dituntut untuk melakukan penyadaran melalui pendidikan anti korupsi kepada masyarakat, tidak perlu menggunakan bahasa-bahasa yang berat, mengutip salah satu dialektika almarhum Pramoedya Ananta Toer dalam novel Anak Semua Bangsa, "Kau Pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka , dengan bahasa yang mereka tahu" maka pemuda terpelajar dituntut untuk menggunakan bahasa yang membumi untuk membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat sehingga nantinya masyarakat dapat membersamai pemuda dalam usaha pemberantasan korupsi.

No comments:

Post a Comment