"Kalian pemuda,
kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena
fungsi
hidupnya hanya beternak diri."
-Pramoedya
Ananta Toer-
Pemuda-pemuda Indonesia pada masa
lampau telah menuliskan dengan tinta emas dalam sejarah masa ke masa bahwa
mereka mampu untuk membuat perubahan. Melawan musuh bersama sekaligus berpihak
kepada masyarakat.
Susan Rose-Ackerman dalam buku Corruption and Government: Causes, Consequences and Reform menyatakan, contoh terbaik reformasi adalah
ketika perubahan dasar yang dilakukan menciptakan penerima manfaat baru yang
kemudian mendukung reformasi lebih lanjut. Sementara, contoh terburuk reformasi
adalah ketika korupsi menjadi mengakar dan menyebar sejalan perjalanan waktu.
Pada kasus di Indonesia, pasca reformasi besar-besaran yang
menuntut adanya demokrasi dan pengakuan terhadap HAM terjadi sebuah gelombang
besar perubahan. Korupsi tidak lagi terpusat melainkan menyebar ke daerah dan
ke berbagai bidang. Diberikannya otonomi pada daerah yang diharapkan membuat
daerah mampu berkembang dan memperbaiki
diri nyatanya malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab
sebagai celah untuk melakukan korupsi. Selain itu korupsi pada kondisi kekinian
merajalela hingga bidang pendidikan bahkan kesehatan. Pendidikan kian mahal dan
tidak terakses oleh masyarakat miskin. Sementara itu biaya kesehatan makin
tinggi dan adanya jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) malah dimanfaatkan
oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Parahnya lagi, korupsi turut menghiasi
dalam penanggulangan bencana alam. Bantuan-bantuan yang seharusnya diberikan
kepada masyarakat malah disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Dalam hal
ini terjadi adanya kesenjangan tingkat tinggi. Yang miskin makin miskin dan
tidak bisa melakukan mobilitas vertikal karena akses terhadap pendidikan
dibatasi dan yang kaya makin kaya. Ironis bukan?
Oleh karena adanya segala penyimpangan dan kesenjangan yang
terjadi itulah hari ini, hari dimana demokrasi dan HAM diagung-agungkan, sudah
seharusnya pemuda pada konteks kekinian apalagi yang terpelajar memiliki tekad
untuk bersama-sama bangkit melawan korupsi yang merupakan musuh bersama seluruh
rakyat Indonesia dan membuat perubahan untuk membawa Indonesia ke arah yang
lebih baik. Perubahan itu tentunya bukanlah hal yang instan dan dapat dibuat
hanya dalam semalam. Perubahan tidak akan tercapai hanya dengan sekedar kritik
cela kepada pemerintah. Pemuda harus berani bergerak dalam kapasitasnya sebagai oposan pemerintah sekaligus pembela rakyat. Mengutip
dialektika almarhum Pramoedya Ananta Toer bahwa pemuda harus memiliki
keberanian jika tidak ingin disamakan dengan hewan ternak. Dan keberanian
tersebut harus diimplementasikan dalam tindakan supaya pemuda tidak salah
kaprah dan mengartikan keberanian sebagai ucapan di bibir saja, hanya berani
kritik tetapi tidak bertindak apa-apa.
Tidak cukup apabila pemuda hanya mengkaji, diskusi, dan aksi
tetapi melupakan untuk apa dan siapa mereka sesungguhnya berjuang. Pemuda tidak
seharusnya egois dan hanya memahamkan diri sendiri, melainkan juga harus memberikan pemahaman kepada
masyarakat awam supaya mereka memahami juga mengenai akibat korupsi terutama
bagi mereka sendiri dan pentingnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemuda
harus menjadi moral force yang
menggerakkan masyarakat untuk turut ambil peran dalam perubahan Indonesia dan
hal tersebut harus diawali dengan penyadaran kepada masyarakat karena sesuai dengan
filsafat Freire bahwa pendidikan lah yang akan membebaskan manusia dari
alienasi atas dirinya. Dalam hal ini pemuda harus menyadari posisinya yang
dituntut untuk berpihak kepada masyarakat dan mengimplementasikannya melalui
berbagai program di masyarakat. Pemuda tidak boleh apatis dengan mengalienasi
dirinya dalam zona nyaman tetapi harus terjun ke dalam berbagai kegiatan yang
tentunya akan membawa efek positif dalam usaha perbaikan bangsa. Pemuda bisa
memulai dengan melakukan praktek advokasi kecil kepada masyarakat yang
dirugikan dalam pungutan liar di berbagai wilayah administrasi (pembuatan ktp,
surat nikah, dll), kemudian melakukan pengawasan kepada berbagai wilayah
administrasi yang dirasa rentan dengan praktek korupsi, hingga mengawasi
berbagai kebijakan publik yang ada. Selain itu pemuda juga dituntut untuk
melakukan penyadaran melalui pendidikan anti korupsi kepada masyarakat, tidak
perlu menggunakan bahasa-bahasa yang berat, mengutip salah satu dialektika
almarhum Pramoedya Ananta Toer dalam novel Anak Semua Bangsa, "Kau Pribumi
terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin
mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka ,
dengan bahasa yang mereka tahu" maka pemuda terpelajar
dituntut untuk menggunakan bahasa yang membumi untuk membangun pemahaman dan
kesadaran masyarakat sehingga nantinya masyarakat dapat membersamai pemuda
dalam usaha pemberantasan korupsi.
No comments:
Post a Comment