Pasca diberikannya status Badan Hukum Milik Negara
atau BHMN kepada UGM melalui PP 153 tahun 2000, UGM memiliki otonomi dalam pola
pengelolaan keuangan dengan memperhatikan efisiensi, efektivitas,
produktivitas, otonomi, akuntabilitas, dan transparansi. Perlu diketahui bahwa
pemberian status tersebut didasari oleh kemampuan UGM dalam pengelolaan
sehingga dianggap sudah siap untuk memperoleh otonomi dan tanggung jawab yang
lebih besar. Pasal 46 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Sementara dalam sebuah Perguruan Tinggi
berstatus BHMN seperti UGM, otonomi yang diberikan mengharuskan pihak
universitas juga menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab dalam hal
pendanaan sehingga UGM dituntut untuk menjadi lebih kreatif dalam mencari dana
untuk pemenuhan kebutuhannya. Seperti tertuang dalam 42 ayat (1) PP 153 Tahun
2000, pembiayaan untuk penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan
Universitas tidak hanya berasal dari pemerintah dan masyarakat melainkan juga
dari hasil usaha dan tabungan universitas, serta pihak dari luar negeri. Yang
perlu menjadi catatan adalah dalam pendanaan tersebut pemerintah kurang banyak
berperan mengingat alokasi dana pendidikan hanya 20% dari APBN dan APBD,
sementara jumlah badan penyelenggara pendidikan yang perlu disokong begitu
banyak. Oleh karena itu mau tidak mau, pendanaan kebutuhan universitas harus
dipenuhi melalui pencarian dana mandiri dengan dibantu pula oleh dana
masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan
kemandirian sebagai PT BHMN, UGM mendirikan sebuah perusahaan holding dan
investasi berskala nasional yang bergerak di berbagai bidang yang dinamai Gama
Multi Usaha Mandiri atau GMUM. Sampai hari ini GMUM memiliki 6 unit usaha dan 5
anak perusahaan. Menurut situs resminya perusahaan yang berbentuk perseroan
terbatas ini didirikan secara resmi berdasarkan akta Pendirian Nomor 54 tertanggal
24 Juni 2000, kemudian disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM
RI Nomor C-1.333.HT.01.01.TH.2001 tertanggal 21 Februari 2001, dan telah dimuat
dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 56 tertanggal 13 Juli 2001
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4519. Tetapi keberadaan GMUM kurang diketahui
oleh khalayak ramai terutama mahasiswa dan masyarakat, padahal GMUM adalah
pemegang peranan penting dalam berjalannya proses pendidikan di UGM karena GMUM
membantu meningkatkan kualitas layanan pendidikan melalui kontribusi finansial
maupun non finansial. Kurang diketahuinya keberadaan GMUM ini kemudian
mengakibatkan suara-suara sumbang yang mempertanyakan sejauh mana usaha UGM
dalam memenuhi kebutuhannya selain dengan menarik dana masyarakat melalui biaya
pendidikan dan disinsentif KIK. Padahal mahasiswa sebagai salah satu pemangku
kepentingan memiliki hak untuk mengetahui mengenai pengelolaan keuangan di UGM.
Mahasiswa berhak tahu darimana uang masuk kemudian kemana uang keluar sesuai
dengan prinsip pengelolan keuangan menurut PP 153 Tahun 2000 yang tidak hanya
efisien, efektif, produktif, dan otonom, tetapi juga harus akuntabel dan
transparan. Akuntabel disini mengisyaratkan adanya sebentuk komitmen dan
kemampuan untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan kepada
pemangku kepentingan. Sedangkan transparan yang dimaksud adalah keterbukaan dan
kemampuan untuk menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu dan sesuai
prosedur yang berlaku kepada pemangku kepentingan. Pengelolaan keuangan,
sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan tentu saja memiliki peran yang
strategis dalam berjalannya proses pendidikan di UGM. Apalagi sebagai PT BHMN
UGM memiliki harta kekayaan yang terpisah dari negara dan dikelola sendiri. Oleh
karena itu akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan adalah sebuah
keniscayaan, semata-mata untuk memastikan tercapainya tujuan pendidikan
nasional dan berjalannya proses check and balances antara pihak pemangku
kebijakan dan pemangku kepentingan.
Yang menjadi masalah adalah apakah tujuan pendidikan nasional
akan terwujud ketika sebuah universitas yang seharusnya berkonsentrasi dengan
melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat malah terpecah konsentrasinya karena dibebani dengan
masalah pendanaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara? Kemudian
ketika negara melepas tanggung jawabnya sehingga universitas terpaksa
menjalankan fungsi yang selayaknya dilakukan oleh badan usaha dan ketika
universitas terpaksa harus membebankan biaya pendidikan yang tidak murah kepada
masyarakat yang berimbas kepada sulitnya akses pendidikan tinggi bagi rakyat
miskin demi memenuhi kebutuhannya, apakah kesalahan terletak murni pada pihak
universitas? Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban dari GMUM dalam hal penerimaan dan pemasukkan anggaran? Dan terakhir, bagaimanakah nasib kekayaan yang dimiliki UGM khususnya yang berupa aset GMUM setelah dibatalkannya UU BHP dan diberlakukannya PP 17 tahun 2010 jo PP 66
tahun 2010 mengingat di PP yang baru tersebut kekayaan yang sudah dipisahkan
harus dialihkan kembali kepada negara?
No comments:
Post a Comment